Reformasi Polri: Antara Pencitraan dan Harapan

Minggu, 28 September 2025
Reformasi Polri: Antara Pencitraan dan Harapan

Penulis Direktur Eksekutif SMI

PEMISAHAN polisi dari TNI pada Agustus 2000 melahirkan harapan besar bahwa kepolisian akan berubah menjadi institusi sipil yang profesional dan melayani publik, dengan maksud agar fungsi penegakan hukum berpijak pada prinsip demokrasi, bukan pendekatan represif.

Setelah 25 tahun ternyata wajah Polri masih jauh dari harapan yang ideal. Serangkaian skandal, mulai dari kasus penembakan, narkoba, judi online, hingga mafia hukum memperlihatkan lemahnya komitmen pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

Kepercayaan publik terhadap Polri terus menurun akibat arogansi dan impunitas. Survei Indikator Politik Indonesia pada Agustus 2025 menunjukkan hanya 62,4 % masyarakat yang percaya pada Polri. Angka yang mencerminkan penurunan legitimasi.

Kepercayaan bukan sekadar angka, melainkan garda terdepan cermin legitimasi hukum. Tanpa kepercayaan, kewibawaan Polri hanya akan menjadi seragam dan pangkat tanpa makna, walaupun berposisi sebagai wajah pertama kehadiran negara di hadapan masyarakat untuk menjaga hukum, rasa aman dan rasa keadilan.

Pasca kerusuhan Agustus 2025, Kapolri membentuk Tim Reformasi Polri. Namun langkah cepat itu justru memunculkan kesan upaya instan menyelamatkan citra, bukan transformasi mendasar.

Bahkan menimbulkan pertanyaan mengapa inisiatifnya mendahului tim yang direncanakan langsung oleh Presiden. Karena Presiden sedang menyiapkan tim reformasi kepolisian sebagai bagian dari agenda politik nasional.

Reformasi Polri sejatinya adalah urusan negara, bukan hanya lembaga internal. Tanpa dukungan politik tertinggi, tim internal berisiko berhenti di wacana tanpa hasil nyata.

Karena krisis kepercayaan bersumber dari pengalaman masyarakat yang berhadapan dengan kekerasan, pungutan liar, arogansi dan ketidakadilan yang berlarut.

Polisi dan Wajah Buram Negara
Polisi adalah pintu pertama warga ketika berhadapan dengan hukum. Setiap laporan kehilangan, kasus kriminal, hingga sengketa kecil selalu bersinggungan dengan polisi.

Dalam posisi itu, polisi bukan sekadar penegak aturan, tetapi wajah negara yang paling nyata dalam keseharian.
Jika wajah itu penuh arogansi dan korupsi, maka negara dipersepsikan tidak adil, namun ketika polisi hadir dengan pelayanan ramah dan transparan, negara dipandang sebagai pelindung.

Konstitusi menempatkan negara sebagai pelayan masyarakat. Kepolisian adalah instrumen yang membuat fungsi itu terlihat setiap hari di ruang publik. Pelayanan yang buruk berarti kegagalan negara dalam menjalankan fungsi dasarnya.

Maka ketika masyarakat lebih takut berurusan dengan polisi daripada pelaku kriminal disitulah negara kehilangan wibawa. Menghadirkan polisi profesional adalah tuntutan untuk melahirkan rasa hormat, rasa yang lahir dari teladan dan kepercayaan.

Salah satu persoalan serius Polri adalah kemandirian dari tekanan politik. Praktik lobi jabatan di ruang parlemen dan eksekutif telah lama mematikan meritokrasi, promosi jabatan berbasis kekuatan politik hanya melemahkan profesionalisme.

Praktik yang mengubah polisi menjadi alat kuasa, bukan penjaga hukum yang mandiri, karena loyalitas lebih terarah pada patron politik daripada konstitusi. Polisi menjadi alat tawar dalam perebutan kuasa, bukan pelindung masyarakat.

Dampaknya langsung terasa dari pelayana. Pungutan liar dan hukum yang dipersepsikan bisa dibeli. Persepsi yang lahir karena masyarakat berasumsi proses penyidikan beberapa pejabat tinggi atau ekonomi kuat yang seolah dibelokkan atau tanpa penanganan lanjut.

Tanpa langkah radikal memutus rantai lobi politik, Polri tidak akan pernah berdiri sebagai institusi independen. Kemandirian sejati hanya lahir bila jabatan diisi oleh integritas, bukan kekuatan lobi atau uang.

Pada dasarnya persoalan Polri menjalar dari hulu ke hilir. Mulai rekrutmen, pendidikan, penugasan, hingga promosi, semuanya rentan transaksi.
Rekrutmen sering diwarnai isu setoran dan nepotisme. Integritas hilang sejak awal ketika calon polisi masuk dengan jalur uang atau kedekatan.
Di tahap pendidikan, orientasi paramiliter masih kuat. Nilai fisik lebih ditonjolkan daripada hukum, HAM, dan pelayanan publik.

Budaya kekerasan tumbuh dari pendidikan yang membenarkan intimidasi, pola yang terbawa dalam penanganan demonstrasi maupun penyiksaan tahanan.
Sementara penugasan lapangan menjadi lahan subur pungutan liar. Polisi lalu lintas hingga penyidik kerap dipersepsikan melakukan pemerasan.

Budaya setoran berjenjang. Di tingkat penyidikan, status tersangka bisa diatur dengan uang. Berkas perkara bisa dipetieskan dan tersangka bisa bebas tanpa kejelasan.

Hong Kong pada 1970-an memiliki kepolisian paling korup di Asia. Polisi terlibat jaringan narkoba, perjudian, dan pemerasan yang merajalela.

Pemerintah membentuk Independent Commission Against Corruption (ICAC), lembaga independen yang berwenang penuh menindak polisi tanpa intervensi internal. Dalam dua dekade berhasil menekan korupsi polisi secara drastis.

Presiden Georgia Mikheil Saakashvil pada 2003 mengambil langkah radikal dengan membubarkan kepolisian lalu lintas yang sarat pungli. Ribuan polisi dipecat serentak dan diganti dengan rekrutmen baru berbasis merit. Dalam hitungan bulan publik melihat perubahan melalui layanan lalu lintas yang transparan dan penurunan pungli.

Inggris mencontohkan akuntabilitas tinggi melalui Independent Office for Police Conduct (IOPC) yang mengawasi kinerja polisi secara independen.
Masyarakat dapat melaporkan keluhan secara online dan melacak progresnya secara terbuka, legitimasi polisi dibangun melalui keterbukaan dan akuntabilitas.

Pelajaran dari negara-negara itu jelas. Reformasi polisi tidak akan berhasil jika dikerjakan dari internal. Kunci keberhasilan adalah keterlibatan aktif pengawasan sipil dan dukungan politik tertinggi, untuk menyentuh inti persoalan dengan langkah konkret, bukan kosmetik tanpa perubahan wajah yang mendasar.

Mencapai Harapan Bukan Pencitraan
Reformasi Polri bukan semata kebutuhan teknis, melainkan keharusan moral dan politik. Polisi adalah wajah pertama negara yang terlihat setiap hari.

Jka wajah itu buram karena korupsi, kekerasan dan penyalahgunaan wewenang, maka runtuhlah kepercayaan pada negara.

Salah satu langkah awal adalah dengan menerapkan digitalisasi pelayanan publik, dimana laporan masyarakat bisa diajukan online dengan registrasi yang dapat dipantau terbuka oleh pelapor.

Termasuk progres laporan secara real time tanpa birokrasi berlapis untuk menutup ruang pungli dan manipulasi data.
Kompolnas harus diperkuat sebagai pengawas eksternal melalui kewenangan investigasi dan penindakan.

Anggota Kompolnas harus berasal dari masyarakat dengan integritas tinggi tanpa seorangpun purnawirawan, karena rentan konflik kepentingan, sehingga budaya saling melindungi dapat berubah.

Rekrutmen dan promosi tingkat pimpinan dari sektor hingga nasional wajib berbasis meritokrasi ketat dengan verifikasi publik. Setiap calon pimpinan harus membuka rekam jejak, asal kekayaan dan catatan etik.

Pendidikan polisi juga harus berorientasi pada hukum, HAM, dan pelayanan publik. Orientasi paramiliter yang menumbuhkan budaya kekerasan harus diubah pada budaya pelayanan sebagai fondasi kepolisian modern yang terpercaya sebagai basis legitimasi kehormatan.

Kepercayaan lahir dari integritas, keterbukaan, dan keadilan yang nyata. Polri memiliki posisi strategis sebagai jangkar keadilan di tengah ketidakpastian politik.
Jangkar yang hanya berfungsi bila menancap pada prinsip HAM, kesetaraan dan hukum yang tidak pandang bulu.

Saat Polri berani menegakkan hukum meski melawan arus politik dan ekonomi, kepercayaan publik akan pulih. Demokrasi hanya bisa kokoh bila wajah hukumnya dipercaya.

Sumber:


Lainnya

Sabtu, 13 Desember 2025

Penuli Direktur Eksekutif SMINEGARA kembali terlihat gagap menghadapi bencana yang sudah berlangsung lebih dari dua ming

Kamis, 27 November 2025

TertandaKristian Redison SimarmataElfenda AnandaMuhammad Yusuf NasutionPerkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) memandang

Rabu, 26 November 2025

Oleh Direktur Eksekutif SMIBANJIR dan longsor yang kembali melanda berbagai daerah di Sumatera Utara menunjukkan bahwa b

Rabu, 26 November 2025

Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam dan kemarahan moral atas rangkaian b

Sabtu, 22 November 2025

Penulis Direktur Eksekutif SMIPENGHARGAAN negara berupa gelar kehormatan dan bintang jasa sejatinya dirancang sebagai be