Korupsi Dana BOS, Cermin Buram Integritas Pendidikan

Rabu, 17 September 2025
Korupsi Dana BOS, Cermin Buram Integritas Pendidikan

Penulis Direktur Eksekutif SMI

PENAHANAN Kepala SMAN 16 Medan sebagai tersangka dugaan korupsi dana BOS Rp 826 juta dan mantan Kepala SMAN 19 Medan dengan kerugian negara Rp 772 juta pada awal September 2025 mempertontonkan rapuhnya integritas sektor pendidikan.

Tentunya kasus ini bukan kejadian tunggal, melainkan rangkaian pola korupsi yang berulang. Sbelumnya, Kejati Sumut menetapkan 6 tersangka di MAN Binjai dengan nilai kerugian Rp 1,097 miliar dan Kejari Batu Bara membongkar pungutan liar BOS Rp 319 juta

Fakta yang menegaskan bahwa dunia pendidikan tidak steril dari praktik korupsi, justru menjadi ladang subur bagi manipulasi uang negara dengan modus yang nyaris sama dari sekolah ke sekolah.

Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 yang dirilis KPK memperkuat bukti tersebut. Sebanyak 12% sekolah menggunakan BOS tidak sesuai aturan dan 17% masih memungut biaya ilegal, menggelembungkan anggaran, hingga menerima gratifikasi pengadaan.

Dengan kata lain, kebocoran di sektor pendidikan bukan sekadar insiden personal, tapi merupakan masalah sistemik yang menggerogoti sekolah sebagai ruang belajar dan mengkhianati cita-cita pendidikan karakter.

Sekolah seharusnya menjadi laboratorium moral. Sayangnya, kasus korupsi BOS justru menjadikanya sebagai 'teladan buruk' bagi siswa. Bagaimana anak percaya pada nilai kejujuran jika kepala sekolahnya terjerat penggelapan anggaran? Bagaimana belajar integritas jika pungutan liar dilegalkan dalam diamnya birokrasi?

Pendidikan karakter, moral, dan adab sejatinya merupakan inti pendidikan. Namun, dimensi ini sering tersingkir oleh obsesi pada ujian, rapor, dan pencapaian kognitif semata.

Data PISA 2022 menegaskan betapa rapuhnya fondasi akademik Indonesia. Skor matematika 366, membaca 371, dan sains 383. Kondisi ini menempatkan Indonesia di peringkat 69 dari 81 negara, jauh di bawah rata-rata OECD.

Ketertinggalan yang bukan hanya soal kemampuan berhitung atau membaca, tapi menggambarkan kegagalan sekolah membangun daya pikir kritis, etika, dan daya tahan moral di tengah gempuran arus global.

Tanggung Jawab Pemda
Di Sumatera Utara, krisis tata kelola pendidikan berpadu dengan tekanan sosial ekonomi. BPS mencatat tingkat kemiskinan Maret 2025 mencapai 7,36% atau 1,14 juta jiwa.
Data 2024 menunjukkan lebih dari 7.600 anak di Medan dan Deli Serdang putus sekolah di jenjang SD dan SMP dengan alasan beban ekonomi yang semakin berat.

Bagi keluarga miskin, pungutan sekolah yang disebut “sumbangan sukarela” sesungguhnya adalah bentuk pemerasan halus. Anak-anak menjadi korban langsung karena orang tua kehilangan motivasi mempertahankan mereka di bangku pendidikan.

Kasus ini menegaskan bahwa korupsi pendidikan memperdalam lingkaran kemiskinan. Dana BOS yang seharusnya mengurangi beban orang tua justru dikorupsi, dan berakibat pada anak dari keluarga rentan kehilangan kesempatan. Sementara, yang bertahan terjebak dalam lingkungan sekolah yang tidak bersih dari praktik curang.

Konstitusi dan UU Sisdiknas jelas mewajibkan negara menjamin pendidikan bermutu tanpa diskriminasi. UU No 23/2014 bahkan menegaskan gubernur bertanggung jawab penuh atas pendidikan menengah, sementara bupati/wali kota mengurus pendidikan dasar.

Namun, ketika kepala sekolah ditahan karena korupsi BOS, tanggung jawab ini sering disembunyikan di balik dalih teknis. Kepala daerah memilih aman dengan melempar kesalahan ke level sekolah.

Padahal BPK Perwakilan Sumut berulang kali menemukan penyimpangan penggunaan dana BOS, mulai dari laporan fiktif hingga pengeluaran tidak sesuai juknis.

Sayangnya, temuan itu kerap berhenti sebagai catatan administrasi. Pemerintah daerah (Pemda) jarang menindaklanjuti dengan sanksi tegas yang mampu membangun efek jera.

Inilah cermin lemahnya kepemimpinan kepala daerah. Kewenangan ada, anggaran tersedia, tetapi keberanian menindak korupsi di dunia pendidikan nyaris tidak terlihat. Hal ini membuat sektor pendidikan berjalan tanpa integritas dan sejatinya rapuh serta kehilangan arah.

Ketika kepala sekolah berani mengutak-atik dana BOS, pesan yang ditangkap siswa adalah normalisasi kecurangan, pendidikan karakter pun runtuh di hadapan contoh nyata yang buruk.

Sekolah yang seharusnya mengajarkan nilai kejujuran, gotong royong, dan disiplin malah mewariskan budaya manipulasi, anak-anak belajar bahwa jalan pintas lebih dihargai daripada kerja keras.

Tidak mengherankan bila kriminalitas remaja meningkat tajam. Data Polrestabes Medan 2024 mencatat ribuan laporan kasus kriminal dengan pelaku usia muda, dari narkoba hingga tawuran, fenomena yang memperlihatkan benang merah yang berbahaya.

Sekolah gagal menanamkan karakter dan kegagalan itu terwariskan hingga ke birokrasi dan pemerintahan. OTT pejabat muda Dinas PUPR Sumut pada Juni 2025 menjadi contoh nyata, ASN muda yang cerdas secara akademik justru tergelincir dalam praktik suap.

Ini adalah cermin langsung dari pendidikan yang timpang. Generasi pintar di atas kertas, tetapi miskin integritas, sehingga cepat terseret arus korupsi.
Pendidikan hanya akan melahirkan ahli manipulasi. Pendidikan menjadi pabrik ijazah, bukan benteng moral.

Transparansi dan Meritokrasi
Pemdan harus mengambil langkah nyata dengan membangun sistem pengawasan transparan, tidak bisa lagi berhenti pada pergantian oknum atau himbauan normatif.

Laporan penggunaan BOS harus dipublikasikan setiap penggunaannya agar bisa diakses publik. Mekanisme pengaduan orang tua harus dijamin kerahasiaannya. Inspektorat daerah harus diberdayakan untuk menindaklanjuti temuan hingga tuntas dengan sanksi.

Kepala sekolah dan guru direkrut dan dipromosikan berdasarkan meritokrasi ketat. Kedekatan politik tidak menjadi tiket jabatan di dunia pendidikan, sehingga pendidikan antikorupsi, etika, dan budi pekerti terintegrasi dan dipraktikkan dalam kultur sekolah.

Sebesar apa pun anggaran yang dialokasikan akan sia-sia tanpa integritas. APBN 2025 menempatkan pagu pendidikan Rp 724,26 triliun, tidak berarti jika bocor hingga di tingkat sekolah.

Jika pendidikan adalah kunci keluar dari lingkaran kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas, guru harus dipulihkan martabatnya sebagai teladan. Kepala sekolah ditegakkan perannya sebagai penjaga integritas, bukan pelaku penyimpangan.

Langkah ini harus diambil, agar sekolah kembali menjadi ruang pembentukan manusia seutuhnya. Anak-anak belajar bukan hanya ilmu, tetapi juga adab, etika, dan keberanian bersikap jujur.

Mandat UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Ketika korupsi BOS dibiarkan, pungutan liar dianggap lumrah dan audit berhenti di meja administrasi, sama artinya kepala daerah gagal menjalankan mandat konstitusi.

Karena tantangan pendidikan bukan sekadar kurang anggaran atau rendahnya mutu akademik, tantangan terbesar adalah krisis integritas yang menggerogoti pendidikan karakter dari dalam.

Diperlukan keberanian kepala daerah untuk memutus rantai ini. Menghapus pungutan, membersihkan BOS, memperkuat meritokrasi, dan menjadikan pendidikan benteng moral.

Jika tidak, sektor pendidikan akan terus melahirkan generasi cerdas tetapi korup, pintar tetapi rapuh, modern tetapi kehilangan adab.

Sumber:


Lainnya

Sabtu, 13 Desember 2025

Penuli Direktur Eksekutif SMINEGARA kembali terlihat gagap menghadapi bencana yang sudah berlangsung lebih dari dua ming

Kamis, 27 November 2025

TertandaKristian Redison SimarmataElfenda AnandaMuhammad Yusuf NasutionPerkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) memandang

Rabu, 26 November 2025

Oleh Direktur Eksekutif SMIBANJIR dan longsor yang kembali melanda berbagai daerah di Sumatera Utara menunjukkan bahwa b

Rabu, 26 November 2025

Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam dan kemarahan moral atas rangkaian b

Sabtu, 22 November 2025

Penulis Direktur Eksekutif SMIPENGHARGAAN negara berupa gelar kehormatan dan bintang jasa sejatinya dirancang sebagai be