Ini PR bagi Wali Kota Medan ke Depan Versi Suluh Muda Indonesia
Minggu, 16 Juni 2019
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN -Lini media sosial kini dipenuhi nama-nama tokoh yang santer maju ke pemilihan Wali Kota Medan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI),
Kristian Redison Simarmata menjelaskan, pergantian kepemimpinan Kota Medan 2020 – 2025 menjadi hal menarik untuk sebagai barometer kemajuan demokarasi di tingkat Kota.
Namun, menurut Kristian, masyarakat tidak boleh terjebak pada figur, melainkan harus melihat kebutuhan maupun kriteria Calon Pemimpin yang hendak dijadikan pilihan.
"Apalagi di tengah – tengah ketertinggalan Kota Medan dari kota / kabupaten yang ada di Indonesia, terutama persoalan pelayanan publik dan infrastruktur," katanya, Minggu (16/6/2019).
Menurut Kristian, Pemko Medan masih harus menyelesaikan banyak Pekerjaan Rumah (PR). Seperti kinerja birokrasi pemerintah terkait pelayanan publik seperti pengurusan administrasi.
Juga penumpukan di beberapa instasi tanpa penyebaran kewenangan atau distribusi kerja kepada lembaga atau instasi di bawahnya.
"Begitu juga dengan persoalan infrastruktur terutama jalan yang banyak mengalami kerusakan, drainase yang menyebabkan seringnya banjir, hingga persoalan hak pejalan kaki yang kian hilang di Kota Medan,"tambahnya.
Dikatakannya, persoalan kemacetan di Kota Medan dan berkembang pesatnya parkir sembarangan di hampir setiap sudut jalan yang memiliki keramaian masih menjadi momok.
Bagi Kristian, pihaknya memiliki beberapa kriteria atau sosok yang dibutuhkan Kota Medan sebagai pemimpin.
Ia mengatakan, SMI yang concern pada penguatan demokrasi dan hak asasi manusia telah melakukan beberapa diskusi untuk merumuskan kriteria yang harus dimiliki calon Wali Kota Medan di Pilkada mendatang.
Medan bagi Kristian, membutuhkan pemimpin sekelas, Tri Rismaharini (Surabaya), Ridwan Kamil (Bandung),
Yoyok ( Kabupaten Batang ), Hj, Dr. Faida ( Bupati Jember ) atau Abdullah Azwar Anas (Banyuwangi).
Dikatakannya, berapa kriteria mutlak yang seharusnya dimiliki oleh calon Wali Kota Medan harus lepas atau tidak mempunyai pertalian kepentingan dengan kelompok tertentu atau kekuatan lama.
Kekuatan yang, kata Kristian, menguasai pelaksanaan proyek pembangunan di kota Medan.
"Sejauh masih ada hubungan dengan kekuatan lama yang selama ini "berkuasa", maka Calon Wali Kota akan
mempunyai beban kepentingan atau keterikatan,"tambahnya.
Seorang Wali Kota, baginya, harus menjadi teladan dan contoh dan konsisten antara ucapan dan perbuatan.
"Bukan berbicara berdasarkan menyenangkan hati sekelompok orang atau sekedar lips service kepada publik,
sehingga sang pemimpin memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dari publik," jelasnya.
Ketika pemimpin konsisten dengan tujuan dan target, maka menjadi acuan dalam birokrasi untuk bekerja lebih baik.
Bagi Kristian sosok Wali Kota mesti memiliki komitmen dan rekam jejak yang bersih, transparan dan akuntabel dalam hal pengelolaan keuangan.
" Sangat dibutuhkan rekam jejak untuk memastikan agar pengelolaan APBD, penunjukan pejabat berdasarkan sistem merit yaitu kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa mem- bedakan faktor politik, ras, agama, asal usul, jenis kelamin, dan kondisi kecacatan," katanya.
Calon dimaksud,kata Kristian harus memiliki kemampuan melakukan terobosan baru dalam perbaikan pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur.
Misalnya,menurut Kristian, inovasi menjadikan kantor kecamatan menjadi pusat pelayanan administrasi warga dengan mutu pelayanan nyaman, aman dan efektif.
"Mungkin bisa berkaca pada mutu pelayanan bank-bank swasta, sehingga tidak terjadi penumpukan misalanya di Kantor
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil," jelasnya.
Wali Kota, lanjut Kristian, mesti mampu menghadapi tekanan dari kepentingan kelompok tertentu dalam penentuan
prioritas pembangunan daerah.
"Harus ada keberanian Wali Kota menghadapi tekanan yang biasa dilakukan. Misalnya menertibkan pengutipan uang parkir dan penggunaan jalan untuk parkir,"katanya.
Kemampuan kepala Daerah untuk duduk bersama merespons masukan, kata Kristian juga dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan pembangunan yang tepat dan cepat.
Ia menuturkan, Wali Kota juga, hendaknya memiliki kemampuan dan kemauan untuk sesering mungkin turun langsung ke masyaraka.
"Hal itu dilakukan untuk mendengarkan, mendeteksi dan menanggapi problem masyarakat untuk diselesaikan.
Dengan turun ke masyarakat pemimpin dapat menemukan kunci persoalan,"pungkasnya.
Penulis Direktur Eksekutif Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi