Enam Kali Pergeseran APBD Sumut, Transparansi dan Akuntabilitas Dipertanyakan

Selasa, 07 Oktober 2025
Enam Kali Pergeseran APBD Sumut, Transparansi dan Akuntabilitas Dipertanyakan

MEDAN – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara menuai sorotan. Dalam rentang delapan bulan tahun anggaran berjalan, tercatat sudah enam kali pergeseran belanja dilakukan.

Berdasarkan catatan Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI), sepanjang tahun anggaran 2025 terjadi enam kali pergeseran dan penyesuaian anggaran yang berlangsung dalam waktu singkat serta tanpa pola prioritas yang jelas.

Fenomena ini mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan OTT terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sumut, Topan Ginting, atas dugaan penerimaan fee proyek sebesar 4 persen dari rekanan kontraktor. Fakta persidangan kemudian mengungkap adanya keterkaitan antara pola pergeseran anggaran dan distribusi proyek strategis, terutama di Dinas PU.

Menyikapi hal tersebut, SMI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pergeseran APBD Sumut 2025 dan Krisis Akuntabilitas Fiskal” untuk membedah akar persoalan di balik enam kali pergeseran anggaran dan dugaan praktik korupsi struktural di lingkungan Pemprov Sumut. FGD ini juga menilai kembali fungsi pengawasan DPRD, peran TAPD, serta akuntabilitas Gubernur dalam kebijakan keuangan daerah.

Acara menghadirkan narasumber Pendiri SMI Elfenda Ananda, ST, MSP; Dekan FH UMSU sekaligus eks Komisioner KY RI Dr. Farid Wajdi, SH, MH; dan Seknas FITRA, Siska Barimbing, Senin (6/10/2025).

Siska Barimbing dalam paparannya menjelaskan, pergeseran APBD kali ini didorong oleh penyesuaian terhadap visi pemerintahan baru sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran. Inpres tersebut mendorong Kementerian Keuangan melakukan efisiensi, salah satunya dengan mengurangi Transfer ke Daerah (TKD) berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Ia menyebutkan, pergeseran anggaran dalam struktur APBD pada dasarnya diatur dan diperbolehkan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Namun, pergeseran hanya dapat dilakukan jika ada perubahan keadaan yang menyebabkan pergeseran antarprogram, antarkegiatan, antarjenis belanja, atau antarskpd—dengan persetujuan TAPD dan pemberitahuan kepada DPRD.

“Berdasarkan Pasal 154 ayat (1) Permendagri No.77 Tahun 2020, perubahan Perda APBD hanya boleh dilakukan satu kali dalam setahun, yaitu pada proses perubahan APBD ke P-APBD. Adapun perubahan penjabaran P-APBD diatur lewat peraturan kepala daerah seperti pergub, perbup, atau perwal. Awalnya aturan ini dipakai untuk penanganan pandemi Covid-19, tapi terus digunakan hingga kini. Nah, di sinilah muncul ruang yang mengganggu mekanisme penganggaran, karena kepala daerah bisa mengubah penjabaran anggaran tanpa persetujuan DPRD,” jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi itu membuka ruang bagi kepala daerah untuk melakukan perubahan tanpa harus mendapat persetujuan DPRD, selama hanya menyangkut pergeseran antarunit atau antarkegiatan.

“Kalau melihat pergeseran anggaran yang dilakukan Gubernur Sumut, secara regulasi masih on the track. Tapi kita tak bisa berhenti di situ. Dalam kasus ini ada dugaan suap tender pengadaan, ada upaya jahat menentukan pemenang tender. Ini yang harus dikaji lebih dalam: apakah ada keterkaitan antara gubernur dengan pemenang tender, dan apakah ada aliran dana yang diterima,” lanjutnya.

Siska juga menyoroti minimnya transparansi. “Kami mengalami kesulitan karena pemerintah semakin tertutup. Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) tahun 2025 menunjukkan penurunan signifikan sejak masa Covid-19. Postur dan kebijakan APBD berubah tanpa keterbukaan data yang memadai,” ujarnya.

Menurutnya, untuk dokumen RPJMD dan Perda APBD masih bisa diakses, namun tidak untuk penjabarannya. “Kita tak lagi tahu berapa realisasi anggaran per detik. Dulu bisa dilihat real time lewat website provinsi. Pergeseran anggaran seharusnya disertai transparansi. Kalau tidak terbuka, wajar publik bertanya: ada apa yang disembunyikan?” tegasnya.

Sementara itu, Elfenda Ananda memaparkan kronologi enam kali pergeseran APBD 2025 yang dilakukan tanpa konsistensi kebijakan pembangunan. Ia menyoroti anomali waktu pelaksanaan yang dalam beberapa kasus dilakukan hanya dalam hitungan hari.

“Secara regulatif, setiap pergeseran seharusnya melalui tahapan—mulai dari evaluasi usulan SKPD, pembahasan TAPD, pengesahan Gubernur, hingga pemberitahuan resmi ke DPRD,” ujarnya.

Elfenda menegaskan, pola seperti ini mustahil terjadi tanpa restu kepala daerah. Celah muncul karena Permendagri soal efisiensi dan regulasi keadaan darurat sejak pandemi dijadikan alasan untuk mengalihkan dana dari pos Belanja Tidak Terduga (BTT) ke proyek infrastruktur yang tidak mendesak.

Ia menyebut praktik ini sebagai gejala korupsi sistemik dalam tata kelola daerah, di mana proyek pembangunan sering muncul lebih dulu sebelum perencanaan formal dilakukan—sebuah pola reverse budgeting yang menandakan proses perencanaan disusun untuk menyesuaikan proyek yang sudah ditetapkan secara politis.

Penyalahgunaan pos BTT untuk proyek jalan dan jembatan, lanjutnya, menunjukkan manipulasi terhadap makna “keadaan darurat” dalam keuangan daerah, sekaligus memperlihatkan adanya konspirasi birokrasi dan kontraktor yang difasilitasi oleh lemahnya pengawasan DPRD.

Dr. Farid Wajdi menekankan pentingnya dimensi hukum dalam membongkar praktik korupsi tersebut. Menurutnya, kewenangan hakim dalam perkara korupsi bersifat substantif—tidak hanya terbatas pada kelengkapan administratif seperti SK Gubernur atau DPA-SKPD.

“Hakim berwenang menelusuri motif, jaringan, dan hubungan politis antara pengambil kebijakan dan pelaksana proyek. Karena itu, permintaan majelis hakim agar Gubernur Sumut dihadirkan sebagai saksi adalah langkah penting untuk menembus batas formalisme birokrasi menuju pembuktian substantif,” tegasnya.

Farid juga menilai, DPRD seharusnya dapat dihadirkan sebagai saksi mengingat lembaga ini memiliki fungsi budgeting dan pengawasan sebagaimana diatur dalam UU No.23/2014 dan UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Dalam praktiknya, pergeseran APBD Sumut 2025 justru menunjukkan indikasi penyalahgunaan celah regulatif. Berdasarkan dokumen keuangan, dalam waktu kurang dari enam bulan, terjadi enam kali revisi alokasi anggaran, sebagian besar diambil dari pos BTT yang semestinya digunakan untuk penanganan bencana atau keadaan darurat.

Pergeseran itu juga tidak diikuti dokumen usulan dari kabupaten/kota, seperti pada kasus proyek jalan Hutaimbaru–Sipiogot di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang ternyata tidak pernah diajukan secara resmi oleh pemerintah kabupaten.

Fakta ini terungkap di persidangan Tipikor Medan, yang memperlihatkan bahwa alokasi proyek justru disisipkan ke dalam nomenklatur anggaran perbaikan jembatan di Kabupaten Nias Barat—bentuk manipulasi lintas wilayah yang melanggar prinsip transparansi dan efektivitas anggaran.

Dalam FGD, peserta menekankan bahwa pergeseran anggaran tak boleh dilihat semata sebagai prosedur administratif, tetapi sebagai representasi etika dan akuntabilitas politik dalam pengelolaan keuangan publik.

Diskusi ini menegaskan bahwa korupsi anggaran tidak berdiri sendiri, melainkan berakar pada sistem tata kelola yang memberi ruang bagi manipulasi regulatif dan penyalahgunaan kewenangan. Kasus OTT terhadap Kadis PU Topan Ginting hanyalah puncak gunung es dari praktik patronase politik dan distorsi kebijakan publik.

Suluh Muda Inspirasi (SMI) bersama Seknas FITRA dan kalangan akademisi hukum berkomitmen melanjutkan advokasi menuju tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan masyarakat Sumatera Utara.

Sumber:


Lainnya

Sabtu, 13 Desember 2025

NEGARA kembali terlihat gagap menghadapi bencana yang sudah berlangsung lebih dari dua minggu. Waktu bergerak cepat di l

Jumat, 12 Desember 2025

Medanbisnisdaily.com-Medan. Banjir besar di Aceh, Sumut dan Sumbar membuat Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi dan Jaringan

Jumat, 12 Desember 2025

Kitakini.news - Banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025 berke

Jumat, 12 Desember 2025

MEDAN, SUARASUMUTONLINE.ID -Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) – Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK)Banjir dan

Jumat, 12 Desember 2025

MEDAN - Gosumut Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI) bersama Jaringan Relawan Kemanusiaan (JRK) Indonesia terus memper