78 Tahun Kemerdekaan, Bonus Demografi dan Kemiskinan

Kamis, 17 Agustus 2023
78 Tahun Kemerdekaan, Bonus Demografi dan Kemiskinan

INDONESIA telah memasuki usia kemerdekaan yang ke 78 tahun, usia yang selayaknya sudah melangkah pada kematangan pada sebuah kehidupan berbangsa dan bernegar. Apalagi pada tahun 2023 ini mengalami lonjakan usia produktif atau bonus demografi yang mencapai 64% dari jumlah penduduk yakni ± 275 juta jiwa.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, pada Juni 2022 jumlah penduduk indonesia mencapai 275,36 juta jiwa, dimana 190,83 juta jiwa (69,3%) masuk kategori usia produktif (15-64 tahun) dan 84,53 juta jiwa (30,7%)penduduk yang masuk kategori usia tidak produktif.

Tingginya jumlah populasi usia produktif seharusnya diiringi dengan tingginya tingkat produktifitas yang dihasilkan, karena mememiliki peluang untuk dimaksimalkan sebagai tenaga produktif untuk mengelola potensi sumber daya alam yang tersedia sebagai langkah untuk mendorong perekonomian menuju negara maju.

Namun sayangnya tingginya jumlah penduduk berusia produktif ternyata belum dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan perekonomian, justru menjadi tantangan karena banyak dari kalangan usia produktif yang tidak memiliki kualitas dan kesulitan mendapatkan pekerjaan, sehingga menjadi tenaga produktif pengangguran.

Permasalahan pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan merupakan tantangan dari awal kemerdekaan, yang selalu diikuti dengan kemiskinan dan pembengkakan beban subsidi negara, dan pada akhirnya berpengaruh buruk kepada kemampuan negara untuk memberikan pelayanan publik, pertahanan, keamanan, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Tantangan Mewujudkan Amanat Kemerdekaan
Amanat konstitusi UUD 1945 untuk pengelolaan negara adalah “Melindungi, memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan sosial“. Sesuai dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945, dimana seluruh proses pembangunan dan perekonomian harus berlandaskan kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dengan menjaga keseimbangan dan kesatuan nasional.

Jika diteliti lebih jauh maka persoalan kemiskinan sejak awal kemerdekaan adalah persoalan ketimpangan akses pengembangan sumber daya manusia yang berimbas pada ketimpangan ekonomi, politik dan sosial, dan berujung pada ketimpangan pada kapabilitas dan kapasitas masing-masing individu dalam peranan demokrasi politik dan ekonomi.

Dari laporan United Nations Development Programme (UNDP), peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada urutan ke-113 dari 188 negara di dunia, bahkan masih kalah dari beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.

Data kemiskinan sendiri menunjukkan 26,36 juta orang yang berada di bawah garis kemiskinan, dengan angka pengangguran yang terus bertambah, bahkan 59% pengangguran adalah generasi berusia muda (BPS, September 2022).

Sedangkan data BPS menyebutkan jumlah pengangguran terdidik pada Agustus 2020 mencapai 6,27 juta jiwa atau 64,24 persen dari seluruh jumlah pengangguran di Indonesia, dimana mayoritas pengangguran terdidik tersebut, tidak memiliki spesifikasi atau kualifikasi yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan.

Sementara dampak perkembangan teknologi di era industri 4.0 menurut Future of Jobs Report dari World Economic Forum akan membuat 56% pekerja rentan kehilangan pekerjaan karena perubahan tatanan pekerjaan dan kebutuhan tenaga kerja, akibat digantikan oleh mesin dan digitalisasi.

Kondisi persoalan sumber daya manusia yang merupakan dampak langsung dari ketimpangan pembangunan antara wilayah dan ketimpangan ekonom, terutama terlihat dari sulitnya akses masyarakat berekonomi lemah terhadap pendidikan, kesehatan dan layanan publik, terlebih di daerah pedalaman dan terpencil.

Persoalan kualitas sumber daya manusia dan ketimpangan ini justru semakin diperparah oleh tingginya angka serta budaya korupsi, termasuk dalam lembaga hukum, akibat dari budaya korupsi telah membudaya dalam pengelolaan negara oleh para apparaturnya.

Walaupun berbagai usaha perbaikan sistem hukum terus dilakukan, namun rendahnya kesadaran moral dan integritas telah menyebabkan terjadinya berbagai praktek rekayasa pasal, manipulasi aturan dan berbagai modus lainnya.

Menjadi sesuatu yang terbiasa bagi masyarakat saat ini menyaksikan praktek korupsi dan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh pejabat negara dari eksekutif (penyelenggara pemerintahan), legislatif (wakil rakyat yang mengawasi penyelenggaran pemerintahan), judikatif (penyelenggara hukum), dengan tingkat penyebaran pelaku dari yang terbawah hingga pejabat tinggi

Walaupun semuanya mengakui bahwa praktek korupsi yang meluas merupakan penghalang pembangunan ekonomi, sosial politik, dan budaya bangsa, dan salah satu penyebab ketimpangan akses pengelolaan sumber daya alam dan ekonomi antara masyarakat lokal dan pengusaha besar (investasi).

Jika budaya korupsi dan penyalahgunaan jabatan ini terus berlangsung maka dapat dipastikan persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, yang merupakan tantangan sejak awal kemerdekaan akan tetap menjadi beban yang tidak kunjung terselesaikan, walaupun pemerintah selalu menyatakan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Mengubah Tantangan Menjadi Peluang
Hampir semuanya setuju bahwa budaya korupsi dan rendahnya kualitas sumber daya manusia akan memperlemah posisi sebuah bangsa, yang secara sistematis akan merusak sistem hukum, politik dan perekonomian, serta berakhir pada kondisi kegagalan Negara menjalankan fungsinya.
Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2023 yang masih dipenuhi oleh tantangan merajalelanya budaya korupsi dan masih tingginya ketimpangan ekonomi, maka sudah selayaknya menjadi momentum untuk membangun ulang kesadaran tujuan dan amanat konstitusi dalam seluruh sendi penyeleggaraan negara.

Dalam kondisi lonjakan usia produktif yang sangat membutuhkan banyak lapangan pekerjaan, maka tantangan utama adalah mempersiapkan dukungan pelayanan publik, infrastuktur, kesehatan, kualitas dan kuantitas pendidikan, serta kebijakan untuk mendukung terwujudnya fleksibilitas tenaga kerja bagi usia produktif agar tidak sia–sia dan menjadi beban negara.

Sehingga tugas utama semua pihak adalah meningkatkan kualitas setiap individu baik dari pendidikan dan keahlian yang harus seiring dengan akses lapangan pekerjaan, karena peningkatan kualitas setiap individu, berarti memperluas dan membuka akses lapangan pekerjaan.

Dengan mendorong orientasi pendidikan mengedepankan keterampilan dan keahlian pada hilirisasi atau pengolahan sumber daya alam, dengan memaksimalkan pertumbuhan UMKM sebagai pendorong lahirnya wirausahawan berbasiskan sumber daya alam, seperti hilirisasi atau pengolahan hasil pertanian, kelautan, peternakan dan perkebunan sebagai ruang penciptaan lapangan kerja dengan peluang dan tingkat serapan tenaga kerja tinggi.

Mengubah tantangan menjadi peluang hanya mungkin dilakukan jika semua pihak memiliki keberanian melaksanakan evaluasi tindakan politik dan penyelenggaraan negara, dengan mengukur indikator kemajuan kemerdekaan dari penurunan korupsi, kualitas penegakkan hukum, kualitas sumber daya manusia, mempersempit ketimpangan ekonomi dan wilayah sebagai acuan pertanggungjawaban.

Sumber:


Lainnya

Jumat, 02 Mei 2025

BERDASARKAN rilis pemerintah, Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sekitar 5.03 % sepanjang 2024, dan nilai ekspor-impo

Kamis, 06 Februari 2025

Penulis Direktur Eksekutif SMIPIDATO Presiden Prabowo Subianto di Jakarta pada 30 Januari 2025 dalam acara Rapim TNI-Pol

Senin, 23 Desember 2024

Penulis Direktur Eksekutif SMIPERNYATAAN pemerintah melalui Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Hukum, HAM

Selasa, 26 November 2024

Lembaga Non profit Perkumpulan Suluh Muda Inspirasi (SMI), mengatakan praktik politik uang yang dibiarkan secara terus m

Sabtu, 02 November 2024

Penulis Direktur Eksekutif SMIMOMENTUM pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah ( Pilkada ) Serentak 2024 sudah mulai me